[Chaptered] Remember Me – Part 11

Remember Me

REMEMBER ME

|Main cast: Kim Myungsoo (Infinite), Bae Sooji (Miss A)|Other cast: Jung Soojung (F(x)), Jang Wooyoung (2PM), Lee Jieun (IU), Lee Sungyeol (Infinite)|Genre: Drama, Angst/Sad, Romance, Fluff, Friendship, a little bit Comedy|Length: chaptered|Rating: General|

©Park Minrin

.

Ketika seseorang melupakan, sementara yang lain mengingat.

.

Dan apa kau tahu sudah berapa lama aku menunggu?”

PART 11 : The feeling

Myungsoo merasakan napasnya tercekat ketika mata mereka bertemu. Matanya dan Soojung. Pria itu segera mengalihkan pandangannya dan kembali pada lensa-lensa kameranya sampai Sungyeol pergi. Namun ketika pria itu pergi, seseorang menghampirinya dan Myungsoo tahu itu adalah seorang wanita. Dan dia bukan seorang staff mau pun Sooji.

“Kim Myungsoo!”

Myungsoo menelan ludah. Ia tahu hal seperti ini akan terjadi cepat atau lambat. Ia hanya tak pernah mengira akan secepat ini.

Myungsoo mengangkat wajahnya menatap Soojung yang masih mengenakan kacamata hitamnya. Rambut lurus dan panjang berwarna kecoklatan milik Soojung tampak kentara saat ini, di pemuka malam. “Apa?” ujar Myungsoo malas.

Soojung memajukan bibirnya kesal. “Apa maksudmu dengan apa?!” gadis itu mulai meneriakinya—seperti biasa—lalu bersidekap. “Kau tidak mengangkat teleponku, membalas pesanku, emailku, kau mengabaikanku, Kim Myungsoo! Apa yang terjadi padamu?”

“Apa karena itulah kau menyusulku ke sini?” Myungsoo balas bertanya.

“Apa? Oh tentu saja tidak! Untuk apa aku ke mari karenamu? Aku ke sini karena diundang oleh seorang designer untuk menghadiri fashion show-nya dalam dua bulan lagi, dan aku pikir akan lebih baik jika aku datang lebih awal sekaligus menghabiskan liburanku di sini. Liburan musim dingin di Korea seems fun, you know? Apa kau pikir kau sangat pentingnya bagiku hingga aku ke sini menyusulmu?” tegas Soojung panjang lebar.

Myungsoo sempat tertegun beberapa saat sebelum akhirnya tertawa. Soojung memiliki aura seperti ini di sekitarnya, aura yang begitu positif hingga kau tidak akan bisa marah atau bersikap sinis padanya. Karena pada akhirnya kau akan kembali meleleh oleh senyum dan tawa yang diciptakannya. Myungsoo tak tahu dari mana gadis itu memiliki aura seperti ini, tapi ia sadar bahwa ia telah terpengaruh.

Dan pada awal terpengaruh dirinyalah ia mulai menyukai gadis itu.

Mungkin hingga kini.

Mungkin juga tidak.

“Baiklah, baiklah, jadi di mana kau akan tinggal?” Tanya Myungsoo lagi.

“Aku memiliki seorang kakak di sini, kau tahu, anggota SNSD! Jessica!”

Myungsoo menggeleng. Selain dunia fotografi, memang tak ada yang pria itu perhatikan. Ia juga jarang membuka internet dan menonton tv. Dan hal itu membuat Soojung kembali mendesis kesal dan mengumpat dengan bahasa Inggris yang dimengerti Myungsoo—bagaimana pun ia pernah tinggal di sana—lalu segera mengunci mulutnya begitu sadar bahwa Myungsoo mengerti apa yang ia katakan.

Soojung berdeham. “Jadi, kau berhutang penjelasan padaku, Kim Myungsoo!”

Myungsoo mengangguk-anggukan kepalanya. “Iya, aku mengerti. Nanti kita mampir dulu sebelum pulang. Aku yang akan mengantarmu ke tempat kakakmu.”

Ok!

-o0o-

 

Soojung memperhatikan Myungsoo dari pinggir lokasi, sambil duduk di bawah sebuah pohon dan dengan kopi kalengan di tangannya. Keberadaan Soojung di sana setidaknya membuat suasana lebih bersemangat. Gadis itu adalah model senior yang sudah pernah difoto oleh berbagai photographer professional dan hasilnya banyak dimuat di majalah-majalah  luar negeri. Kedatangan gadis itu tentu saja menjadi penyemangat tersendiri. Terutama setelah mereka tahu bahwa gadis itu tampaknya mengenal Myungsoo dan Sungyeol dengan baik. Sejak tadi saja, beberapa kru mau pun staff diam-diam mencuri pandang ke arahnya.

Semua hal tentang gadis itu terlihat sempurna—wajah kecil, rahang yang terlihat tegas namun lembut di saat yang bersamaan, dagu lancip, bibir tipis, leher jenjang, rambut lurus dan panjang yang lembut, kulit yang putih bersih dan lembut, tubuh yang ramping dan tinggi, juga kaki yang panjang—dan mau tak mau mereka mengakui karya agung Sang Maha Pencipta tersebut.

Mendapat perlakuan seperti itu, Soojung tidak begitu ambil pusing—lebih tepatnya ia berusaha untuk tidak peduli. Ia memang terbiasa diperhatikan sehingga perhatian seperti itu tidaklah aneh lagi baginya. Hanya saja, jika sekumpulan orang menatapnya dalam waktu yang bersamaan, barulah ia akan merasa takut. Namun, yang sekarang sedang ia perhatikan dengan seksama adalah bagaimana Myungsoo bekerja di tempat kerja barunya ini.

Di Amerika dulu, Soojung memang sering bekerjasama dengan Myungsoo dalam sebuah pemotretan, namun sudah lama sejak mereka tidak pernah bertemu dalam satu set lagi dan ini adalah kali pertama ia kembali melihat Myungsoo melakukan pekerjaannya. Ia memperhatikan bagaimana pria itu bergerak untuk mengarahkan kameranya ke angle yang tepat, mengarahkan model, lalu kembali melakukan hal yang sama beberapa kali. Berjongkok, duduk, berdiri, semuanya pria itu lakukan demi mendapat gambar yang memuaskan. Dan bibir Soojung terangkat setengah melihatnya. Itu baru Kim Myungsoo, begitu kata batinnya.

Soojung kembali meminum kopi kalengnya tanpa memutus pandangannya pada Myungsoo. Tubuhnya bergerak gelisah begitu ia tiba-tiba memikirkan tentang hal yang sudah dinantikannya—mungkin Myungsoo juga—yang telah ditundanya selama bertahun-tahun.

Di agensinya di Amerika sana, sudah merupakan rahasia umum bahwa Myungsoo menyukai Soojung. Pria itu selalu menuruti perkataan Soojung, membelikan apa yang diinginkan gadis itu, mengantarnya ke mana pun gadis itu mau, bahkan ada di masa-masa sulit gadis itu. Hal itulah yang membuat mereka menempel seperti perangko pada kertas surat. Suatu hari, Myungsoo benar-benar mengungkapkan perasaannya pada gadis itu, namun hingga dua tahun kemudian—hari ini—Soojung masih belum memberikan jawaban pasti pada pria itu.

Dan Soojung berencana memberikan jawaban tersebut hari ini.

Mungkin, jika pria itu memperhatikan lebih dekat saat dirinya masih berada di Amerika sana, ia akan segera tahu apa jawaban gadis itu karena jawabannya terlihat jelas melalui tingkah lakunya. Tapi sayangnya, ia tidak tahu.

-o0o-

 

Pemotretan selesai pukul 9 malam. Kedua model itu segera membungkuk dan berterima kasih pada para kru dan staff yang telah bekerja keras bersama mereka seharian ini. Begitu pula Myungsoo, sebagai pemimpin proyek tersebut, ia adalah orang yang membungkuk paling dalam, berterima kasih sebanyak-banyaknya atas kerja keras dan kerja sama semuanya. Sungyeol ikut menghampiri Myungsoo dan memberikan pelukan hangat pada pria itu.

“Akhirnya, tinggal satu lokasi lagi, bukan?” Tanya Sungyeol begitu melepas pelukannya.

Myungsoo mengangguk. “Ah, Sungyeol-ah, malam ini aku yang akan mengantarkan Krystal pulang, jadi kau bisa langsung pulang,” ujarnya.

“Krys—kau mengenalnya?!”

Myungsoo mengangguk lagi. Pria itu kemudian menepuk pundak Sungyeol beberapa kali sekali lagi seraya berkata, “Terima kasih atas kerja kerasmu. Besok pagi kita akan berangkat bersama ke Taman Nasional Gyeryong-san.” Lalu pria itu berbalik pergi.

Sebelum Myungsoo berjalan menjauh, Sungyeol menahan pundaknya, membuat lelaki itu kembali berbalik menghadap Sungyeol. “Myungsoo-ya… apa hubunganmu dengan Soojung?” Tanya Sungyeol.

Myungsoo mengangkat sebelah alisnya, lalu setelah menyerap pertanyaan tersebut dengan benar, ia terkekeh dan perlahan menurunkan lengan Sungyeol di pundaknya. “Kami teman, Lee Sungyeol. Dia adalah temanku di kampus yang sama dan kami berada di agensi permodelan yang sama di Amerika.”

“Hanya itu?”

“Ya, hanya… itu,” ujar Myungsoo dengan nada yang agak ragu kali ini.

Sungyeol terdiam sembari menatap mata Myungsoo, berusaha menangkap sinyal kebohongan di mata pria itu yang tak didapatnya. Barulah setelah itu ia tersenyum. “Begitu… maafkan aku, pulangkan dia dengan selamat, Myungsoo-ya! Aku akan mengeluarkan barang-barangnya dari mobilku.”

Dan Myungsoo hanya bisa mengangguk mendengar tawaran Sungyeol dan kembali membereskan perlengkapannya sementara Sungyeol berjalan menuju mobilnya. Soojung yang melihat Sungyeol berjalan menuju mobilnya, mengikuti pria itu dari belakang.

“Kau akan pulang dengan Myungsoo malam ini.” Ujar Sungyeol.

“Aku tahu.” Balas Soojung.

 Sungyeol membuka pintu bagasi mobilnya dan mulai mengeluarkan kopernya satu persatu. “Berhati-hatilah di jalan, jangan lupa pasang sabuk pengamanmu—jangan sentuh itu! Biar Myungsoo yang membawanya ke dalam mobilnya!—jika dia melakukan hal-hal aneh padamu, beritahu aku, oke?”

Soojung tertawa mendengar perkataan Sungyeol, membuat pria itu menatapnya bingung setelah mengeluarkan semua koper Soojung dan menutup pintu bagasinya.

“Jangan khawatir, Sungyeol-ah, aku sudah mengenalnya lebih lama daripada aku mengenalmu. Dan aku pandai karate, kau tahu? Sejak SMP aku selalu rajin berlatih karate! Kau tidak perlu khawatir~” ujar Soojung sambil tersenyum.

Sungyeol tersenyum lalu tak bisa menahan dirinya dan mengulurkan tangannya untuk mengacak-acak rambut lurus Soojung, membuat gadis itu merengut kesal sambil berusaha merapikan kembali rambutnya.

-o0o-

 

Soojung memperhatikan Myungsoo memasukkan perlengkapan photographer miliknya ke dalam bagasi mobilnya lalu turut memasukkan koper-kopernya. Setelah Myungsoo menutup bagasi mobilnya, ia membukakan pintu bangku penumpang yang terletak di depan, mempersilahkan Soojung untuk masuk. Dan Soojung tak menolak. Ia memasuki mobil itu. Setelah menutup pintu untuk Soojung, Myungsoo pun berjalan memutari mobilnya dan memasuki bangku pengemudi tepat di sebelah Soojung.

Di tengah perjalanan, Myungsoo banyak menanyakan berbagai hal, tentang bagaimana keadaan ibu Soojung di Amerika, bagaimana kuliah gadis itu—yang sebenarnya berlangsung buruk karena ia sering tidak masuk karena jadwalnya yang padat—juga bagaimana ‘gogo’ seekor kucing peliharaan mereka di Amerika yang sedang hamil.

“Kita mau makan malam di mana? Pizza atau makanan Italia? Kau yang pilih,” ujar Myungsoo.

“Menurutmu lebih baik makan apa?” protes Soojung.

“Makanan Italia? Kurasa itu ide yang bagus.”

Soojung tersenyum. Ia merasa puas mengetahui bahwa Myungsoo masih mengingat kebiasaannya—well, pria itu baru pergi selama dua bulan, bukan waktu yang lama untuk melupakannya—lalu pandangan gadis itu mulai terarah pada sosok Myungsoo. Ia menatap wajah pria itu dengan seksama, dari ujung rambut hingga ujung dagunya yang baru disadarinya terlihat sangat sempurna. Kemudian matanya beralih pada jemari pria itu. Jemari tangan kanannya berada di atas persneling sementara jemari tangan kirinya berada di atas kemudi. Ketika menemukan sesuatu yang janggal, Soojung mengangkat salah satu ujung bibirnya, membentuk sebuah seringaian.

“Wah… lihat siapa yang berubah di sini! Kau bilang kau benci memakai aksesori di tangan selain jam tangan, tapi ternyata kau menggunakan sebuah cincin! Dae~bak!” seru Soojung bersemangat.

Myungsoo mengalihkan tatapannya sejenak pada tangan kirinya, di mana sebuah cincin yang terbuat dari perak asli tersemat di jari manisnya. Ia mendesah. “Ini bukan aksesori.”

Kening Soojung berkerut. “Bukan? Lalu apa? Tidak mungkin kalau itu adalah—oh my god! Are you kidding me, Myungsoo?!” pekik gadis itu dengan mata membelalak lebar dan alis mengerut. Myungsoo dapat merasakan tatapan tajam Soojung menusuk-nusuk dirinya.

“Hm, aku bertunangan.”

Soojung terdiam.

“Bisnis keluarga… aku tak mengira akan melibatkan aku dan masa depanku.”

Soojung masih terdiam.

“Maaf…,”

Soojung mendengus setengah tertawa. “Cih… kau tidak perlu minta maaf, Myung,” ujarnya. “Kau bahkan bukan kekasihku.”

Myungsoo menggigit bibirnya. Entah mengapa ia juga merasa bersalah—meskipun itu bukan salahnya—tapi setidaknya dulu, ia pernah mengakui bahwa dirinya akan menyukai Soojung selamanya, namun kali ini ketika gadis itu datang, ia malah memberitahunya bahwa ia telah bertunangan dengan orang lain. Ia tahu ia kejam, karena itu ia minta maaf. Tapi melihat bagaimana perlakuan Soojung tadi, hal tersebut malah menambah lukanya, bukan membuatnya membaik.

“Ah… sepertinya aku mau tidur saja hari ini. Tidak apa bukan, kalau kita membatalkan acara makan malamnya?” Tanya Soojung.

Myungsoo terdiam. Karena itu, Soojung kembali berkata, “Kita pulang saja. Apartemen kakakku ada di Gangnam, daerah Cheondamdong.”

Lelaki itu memilih menurut dan mengangguk daripada harus berdebat lebih jauh dengan gadis itu. Jika boleh berkata jujur, Myungsoo merasa ia masih menyukai gadis itu dan ia merasa egois karena dalam waktu yang bersamaan, ia ingin memiliki Sooji namun tak ingin melepaskan Soojung. Soojung terlalu berharga untuk dilepaskan—menurutnya.

Selama 15 menit yang terasa seperti 2 jam untuk mereka, dilalui dengan keheningan yang menyelimuti keduanya. Tak ada yang berniat membuka pembicaraan. Mereka masih sibuk menata hati masing-masing, sibuk dengan pikiran masing-masing, sehingga semua yang akan mereka bicarakan akan terdengar canggung. Karena itulah mereka memilih diam.

Akhirnya setelah berkeliling Cheondamdong, mereka pun sampai di apartemen kakak Soojung—Jessica—yang ternyata merupakan kompleks apartemen elit di Korea Selatan. Myungsoo menurunkan Soojung di depan pintu masuk apartemen, memanggil seorang pelayan untuk membawakan koper-koper Soojung, lalu berdiri dihadapannya.

“Selamat malam, kalau begitu,” ujar Myungsoo sambil tersenyum tipis dan melambaikan sebelah tangannya.

Soojung tak menjawab dan malah menatap mata Myungsoo tajam. “Aku ingin menanyakan satu hal.”

Myungsoo mengangkat sebelah alisnya, mengisyaratkan Soojung untuk melanjutkan kata-katanya.

“Apa kau menyukai—tidak—mencintai tunanganmu itu?” Tanya Soojung.

Myungsoo tertegun. Sebersit rasa tegang mulai menguasainya, dan ia tak tahu mengapa ia bahkan tak bisa menjawab pertanyaan sederhana itu.

“Apa aku masih memiliki kesempatan?” Tanya Soojung lagi.

Tentu saja Myungsoo tak menjawabnya lagi. Lagipula, ia tak tahu apa yang ingin ia katakan. Pertanyaan ini begitu tiba-tiba hingga ia bahkan tak mampu dan tak berani memikirkan jawaban apa pun di kepalanya. Mengetahui hal ini, Myungsoo merasa dirinya benar-benar egois.

“Jika kau diam saja, aku akan menganggapnya sebagai ‘iya’, Kim Myungsoo.” Ujar Soojung memperingati.

Myungsoo tak menjawab.

Soojung mengulas senyum di bibirnya. “Terima kasih, mulai sekarang, akulah yang akan mengejarmu, Myung. Jadi siapkan dirimu. Aku tak peduli siapa tunanganmu nanti. Selama kau tidak menyukainya namun tak bisa lepas darinya, aku juga tidak akan melepaskanmu.” Ujar Soojung. Kemudian sebelah tangan gadis itu terangkat. “Good night!

 

-o0o-

 

Sooji duduk di sebuah meja yang telah direservasi sebelumnya atas nama Kris Choi. Ia tak menyangka pria itu memang benar-benar telah menyiapkan segalanya. Restoran mewah serta meja yang terletak di dekat jendela—sehingga mereka bisa menyaksikan keindahan sungai Han—yang telah direservasi. Bahkan katanya biaya makannya juga telah dibiayai oleh pria itu sehingga ia tidak perlu mengeluarkan uang. Designer yang pemurah, begitulah pikir Sooji. Bagaimana pun, ini adalah pertama kalinya ia bertemu dengan designer terkenal dan mendapat perlakuan seperti ini, mau tak mau membuatnya merasa spesial.

Gadis itu menunggu di mejanya selama 10 menit hingga akhirnya seorang pria tinggi berambut pirang datang menghampirinya. Karena postur tubuhnya yang tinggi menjulang, Sooji harus menengadahkan kepalanya sedikit untuk bisa menatap wajah pria itu sebelum akhirnya tersenyum sambil menunduk. Kris Choi sudah datang. Dan ia terlihat lebih tampan dari apa yang ia lihat di majalah dan televisi.

Kris duduk di depan Sooji sambil tersenyum. “Maaf membuatmu menunggu lama, Sooji-ssi

Sooji menggeleng keras. “Tidak, tidak, tidak lama sama sekali. Aku terbiasa menunggu. Hal seperti ini bukan masalah.” Ujarnya sambil terkekeh.

Kris mengangguk lalu kemudian memanggil seorang pelayan dan mengatakan sesuatu pada pelayan tersebut hingga pelayan tersebut mengangguk dan pergi kembali. Sooji hanya bisa menatap perilaku tersebut dengan tanda tanya besar di matanya.

“Aku menyuruh mereka menyiapkan hidangan pembukanya sebelum kita menuju ke menu utama.” Ujar Kris seolah menjawab apa yang sedari tadi berputar di benak Sooji.

Sooji hanya bisa membulatkan mulutnya dan menyuarakan huruf ‘o’ tanpa suara lalu mengangguk-anggukan kepalanya sambil tersenyum. Tak lama setelah itu, hidangan pembuka mereka datang dan Kris mempersilahkan Sooji untuk memakan makanannya sebelum mereka membicarakan masalah inti.

Setelah mereka selesai memakan makanan pembuka dan makanan utama, datanglah makanan penutup berupa puding dan es krim yang harus Sooji akui adalah salah satu favoritnya. Well, jika boleh jujur, semua makanan yang disajikan padanya malam ini adalah favoritnya.

“Jadi Sooji-ssi, bagaimana kalau kita mulai bicarakan sekarang?” Kris membuka pembicaraan.

Sooji yang tengah menikmati makanan penutupnya mendongak menatap pria di hadapannya dan buru-buru mengelap mulutnya dengan serbet dan meneguk air putih sebelum duduk tegak menatap Kris.

“Makan malamnya sangat lezat, Kris-ssi, terima kasih banyak. Maaf aku telah merepotkanmu.” Ujar Sooji.

Kris tertawa. “Tidak apa, justru aku yang merasa terhormat bisa makan malam denganmu.”

“Terhormat? Jangan berlebihan, aku bukan siapa-siapa.”

“Tapi aku rasa kau akan menjadi the next big thing, miss Suzy.”

Pipi Sooji memanas mendengar pujian dari Kris. Dan entah mengapa ia suka bagaimana Kris memanggil namanya seperti itu dengan aksen Inggrisnya. Suzy. Ya, Sooji suka bagaimana namanya terdengar seperti itu.

“Jadi, alasanku mengajakmu makan malam hari ini adalah keinginanku untuk mengajakmu ikut serta dalam proyek Paris fashion week-ku tahun ini yang akan diadakan 6 bulan lagi sebagai salah satu designer newbie, dan hal itu akan menjadi kesempatan bagus bagimu untuk memulai debutmu. Aku tahu hal seperti ini seharusnya tidak diperbolehkan, tapi aku tertarik untuk memuat karya-karyamu setelah melihat hasil rancanganmu di majalah. Apakah kau bersedia?”

Ketika Kris berhenti bicara, Sooji baru menarik napas. Ia bahkan tak sadar bahwa ketika Kris bicara tadi, dirinya menahan napas. Gadis itu tak bisa melukiskan apa yang ia rasakan kali ini. Ada rasa yang meletup-letup dalam dadanya dan rasanya ia ingin sekali berteriak. Namun ia menahannya. Dan hal tersebut mengembangkan sebuah senyum manis dan lebar di wajahnya. Dengan segera, ia mengangguk-anggukan kepalanya keras.

“Aku bersedia. Oh my god! Tentu saja aku bersedia!”

-0-

Larut malam, saat Myungsoo baru saja mandi air hangat dan tengah mengeringkan rambutnya dengan handuk—ia terbiasa mandi di malam hari sejak memulai pekerjaannya yang selalu menuntutnya untuk tidur di atas jam 12 malam—ketika ponselnya berbunyi. Myungsoo sempat melirik jam di kamarnya dan mengerutkan kening menyadari ada seseorang yang meneleponnya pukul 11 malam. Dan ia lebih kaget lagi ketika mengetahui orang yang meneleponnya adalah Sooji.

Laki-laki itu segera mengangkat telepon dari Sooji dan menempelkan ponselnya ke telinga kanannya. Seingatnya, terakhir kali ia melihat Sooji adalah beberapa jam lalu, saat ia mengantarnya makan malam. Myungsoo semula menawarkan diri untuk menjemputnya, namun gadis itu menolak. Sekarang Myungsoo penasaran, jam berapa gadis itu pulang? Gadis itu meneleponnya pasti karena sudah pulang ke rumahnya, bukan?

“Halo?”

“Myung,

“Sooji-ah, kau sudah pulang? Jam berapa kau pulang tadi?”

“Bisakah kau keluar dari kamarmu dan berdiri di balkonmu sambil menghadap ke halaman rumahku sebentar?”

Kening Myungsoo berkerut. Namun ia tak bertanya dan memilih menuruti permintaan Sooji. Setelah memakai jaketnya, ia keluar dari kamarnya menuju balkon dan menatap halaman rumah Sooji yang berada tepat di sebelah kanan rumahnya. Dan matanya membesar begitu melihat Sooji berada di sana masih dengan penampilan yang sama seperti yang ia lihat terakhir kali.

“Sooji, kau baru pulang?!”

Myungsoo melihat sosok Sooji melambai ceria di bawah seraya menengadah menatapnya. Gadis itu jelas sedang mengalihkan perhatian Myungsoo dan menghindari pertanyaannya. Namun, hal tersebut tak semudah itu.

“Sooji, jawab pertanyaanku.” Tuntut Myungsoo dengan nada yang lebih tegas.

Sooji terkekeh di seberang telepon. “Ya… begitulah.”

Ya, apa yang kau lakukan dengan pria itu hingga larut malam begini?!”

“Aku tidak melakukan apa-apa! Dia sangat baik, Myung, kau tidak boleh menyalahkannya.”

“Oh tentu saja, pangeran berkuda putih itu pasti sangat baik.” Myungsoo memutar bola matanya jengkel. “Jadi, kenapa kau memintaku ke sini?”

“Aku ingin melihatmu.”

Myungsoo terdiam sesaat. Matanya bertemu dengan mata Sooji—yang entah bagaimana bisa ia lihat sejelas mereka berhadapan dibalik jauhnya jarak, rimbunnya salju dan gelapnya malam hari ini.

“Sekarang kau sudah melihatku. Ada apa lagi?”

Sooji mendesis di seberang telepon. “Aish… kau benar-benar tidak romantis, Myungsoo!”

Kini giliran Myungsoo yang tertawa. “Ayolah, ada apa?”

“Aku tiba-tiba berfirasat buruk…” Sooji kembali menatap Myungsoo tepat di manik matanya. “Kau… tidak akan membatalkan pertunangan kita, bukan?”

Myungsoo tertegun. Diam-diam, ia menelan ludahnya sendiri dan merasakan bagaimana jantungnya tiba-tiba berdegup kencang dan menyakitkan. Mungkinkah… bagaimana mungkin…

“Sepertinya firasat burukku benar terjadi. Benar, bukan?”

Myungsoo masih tak menjawab.

“Bagaimana sikapmu jika tiba-tiba aku pergi?”

“Pergi? Pergi ke mana?” dengan cepat Myungsoo bertanya. Diam-diam dirinya merasa tenang karena hal yang ia khawatirkan tak terjadi.

“Kau tahu, aku bertemu Kris Choi hari ini. Dan kau bilang sendiri dia tertarik pada karyaku. Dia merekrutku untuk ikut dengannya dalam Paris Fashion Week yang akan diadakan 6 bulan lagi di Paris. Untuk memudahkan kerja sama kami, ia mengajakku ke Paris.”

Myungsoo menahan napas mendengar penjelasan Sooji. Ia bisa melihat bahwa Sooji sangat bersemangat dengan tawaran tersebut. Jika ia berada di posisi Sooji, ia juga pasti akan merasa sangat bersemangat dan tanpa pikir panjang, ia pasti akan langsung pergi. Tak peduli pada pendapat dan perasaan orang lain.

Namun, kini Sooji ada di hadapannya—yah, tidak benar-benar di hadapannya—dan bicara padanya, meminta pendapatnya. Hal tersebut membuktikan bahwa gadis itu peduli padanya. Ia peduli pada seorang Myungsoo yang beberapa bulan lalu mengabaikannya setengah mati dan mencacinya habis-habisan. Ia peduli pada perasaan seorang Myungsoo yang mengatakan akan membuka hatinya beberapa hari lalu sementara gadis itu selalu memiliki perasaan yang sama terhadapnya selama bertahun-tahun. Sooji peduli padanya. Entah kenapa, menyadari hal ini saja, mampu membuat hatinya kembali tenang dan menghangat.

“Bagaimana menurutmu? Aku akan pergi setelah proyekku di sini selesai jika kau mengizinkanku. Tapi aku akan tetap tinggal jika kau menginginkanku begitu.”

Myungsoo terdiam selama beberapa saat, memikirkan jawaban yang akan ia berikan pada Sooji. Jika Sooji menanyakan hal ini sebulan lalu, ia dengan pasti akan menyuruh gadis itu pergi sejauh-jauhnya dari hidupnya. Tapi sekarang berbeda. Perasaannya telah berubah.

“Tidak bisakah kau… tinggal?” akhirnya itu yang diucapkan Myungsoo. Pria itu mengucapkannya dengan suara yang pelan seolah nyaris tercekik. Ini adalah keputusan yang berat, tentu saja. Jika Sooji pergi, gadis itu bisa menggapai mimpinya meskipun hal itu akan berat bagi Myungsoo. Dan meminta gadis itu tinggal adalah hal paling egois sepanjang masa.

Tapi toh itulah yang dilakukannya. Meminta gadis itu untuk tinggal.

“Aku masih ingin menghabiskan waktu denganmu. Waktuku selama 11 tahun itu… aku ingin melunasinya dan menggantinya dengan kenangan baru bersamamu. Aku juga belum bisa mengingat masa laluku. Aku ingin mengingatmu… jika aku telah mengingatmu sepenuhnya… aku akan membiarkanmu pergi. Karena dengan itu, tak ada penyesalan dalam diriku.” Jelas Myungsoo.

“Aku mengerti. Aku akan tinggal.” Jawab Sooji setelah beberapa saat diselingi senyum di bibirnya.

“Maafkan aku.”

“Tak perlu minta maaf Myung, aku mengerti. Aku pun pasti akan melakukan hal yang sama jika aku berada di posisimu.”

Myungsoo kembali terdiam. Kenapa Tuhan bisa menciptakan gadis yang sangat baik sepertinya?

“Terima kasih.”

Sooji mengangguk. Gadis itu kemudian melambaikan tangannya. “Kalau begitu lebih baik kau tidur. Bukankah besok pagi kita akan berangkat? Setelahnya kita akan mendaki gunung, bukan? Persiapkan dirimu!”

Ya, seharusnya pria yang mengatakan itu!”

Sooji tertawa. “Berarti dalam hubungan kita, aku adalah prianya?”

Ya!”

“Hahahaha baiklah, baiklah, aku bercanda!”

Myungsoo mendengus sebal. “Sudahlah, sana masuk! Kau bisa kedinginan jika terus di luar dengan baju seperti itu.”

“Bukankah seharusnya kau yang masuk lebih dulu? Kau ‘kan tidak tahan dingin—ah, ah! Baiklah, baiklah, aku masuk!” ujar Sooji sambil tertawa begitu melihat ekspresi Myungsoo.

“Selamat malam.”

“Selamat malam.”

TO BE CONTINUED

 

Haaaaaai~~~~~

Maafkan lama, maafkan lama, dan maafkan pula kalau ini pendek banget T.T i’ve tried my best. Aku akan berusaha ngepost banyak ya sebelum masa perkuliahan dimulai *cie* tapi ga janji juga…. 🙂

Pokoknya, doain aja^^ annyeong~~~

27 respons untuk ‘[Chaptered] Remember Me – Part 11

    • fleefairytales berkata:

      0m0 aku 0m0 first lagi 0m0 three in a row 0m0.
      Ini ngga pendek menurutku hehe, pas porsinya~
      Nahloh aku juga mau masuk kuliah, ayo post sebanyak-banyaknya!!
      Myungsoo oppa, daripada dilema milih Soo sisters, mending pilih aku aja daripada ribet.
      Jadi Suzy ngga bakalan ke Paris ‘kan? Kalo dia ke Paris yaudah sini Myungsoo sama aku aja.
      Kalimat Soojung yang terakhir itu agak err.. mengerikan? Kaya mengandung sesuatu gitu. Err..
      Selama 2 tahun itu Soojung ngga ada perasaan ke Myungsoo kah? Dia baru nyadar gitu?
      Anyway, scene terakhirnya romantis ea, bertelepon gitu sama pujaan hati dibawah rintik-rintik salju awww… romantic!!
      Eigu minrin-ah, next part sama lanjutan ficlet itu ditunggu ea~~
      Baibai~

      • Park Min Rin berkata:

        0m0 aku seneng tapi kamu first lagi w0w!
        wah yang bener? =))
        oh ya? seumuran kah? kamu berapa liner? diusahakan ya, diusahakan! mumpung belum ospek nih… :’)
        Nah, daripada kaya gitu mending sama aku dong~~~ wkwkwkwk
        Eeeeh myungsoo sama aku aja ah! =))
        Awalnya, Soojung itu cuma ngerasa ‘nyaman’ sama Myungsoo. Nah, pas si myungsoo istilahnya ‘nembak’ dia gitu, si soojung ga langsung jawab dan dia kayak ‘ngegantungin’ myung dulu tapi myung masih baik sama dia. Waktu akhirnya soojung sadar itu pas myung udah di korea. Itu ngejelasin kenapa soojung sering banget ngehubungin myungsoo lewat email, telepon, sms, dan segala social media lainnya. Soalnya saat itu soojung ngerasa kehilangan dan dia mulai sadar sama perasaannya gitu~ intinya sih, nyadarnya ga baru-baru ini, tapi udah lama pas dia ga ngehubungin myungsoo lagi soalnya dia mutusin nyusul myungsoo buat ngomong sendiri begitcu~ (lah jadi cerita panjang ini di sini._.) (yang lain boleh ikut baca kok kalau ga ngerti *loh*)
        iyadong harus romantis~~~
        mau banget? okedeh =))
        baiiiii~

      • fleefairytales berkata:

        Kayanya aku harus membanggakan diriku 0m0.
        Aku sama 96l hayhay~
        Oow gitu ceritanya haha, jangan-jangan pengalaman pribadi nih xD
        Harus romantis, ‘kan? Yaudah fix nanti dibanyakin ea scene-scena yang ngebikin hati cenat-cenut(?).
        IYA AKU MAU BANGET.
        Baibaiiiii

  1. bsuji1994 berkata:

    Reblogged this on bsuji1994 and commented:
    Legaaa…Suzy g pergi…
    Tapi ada krystal…
    Myung bermuka 2 nih…
    Lanjut
    ∩―――――∩
    | | ∧ ヘ. | | .zZ
    | | (*-ω-) | good night
    |ノ  ̄ ^ ̄^ ̄\
    ( ノ ⌒ ⌒ \sweet dreams
    \  || ̄ ̄ ̄ ̄ ̄||
    \,ノ||―

  2. LOTUSKim berkata:

    Reblogged this on LOTUSKim's and commented:
    Aigoo chinguyaaa postnya yang banyak yah sebelum kita sibuk, krn baru masuk dunia perkuliahan (?)

    Aigoo jadi sebel nih liatnya. Apa yg aku takutin beneran jadi kenyataan nih. Sprti yg pernah aku bilang di part” awal sama part kmren. Soojung jangan dulu dateng, karna ingatan soo oppa belun balik. Untung jii eonni ga pergi ke paris. Huft soo oppa pingin aku lempar ke monas aja ishhh nappeun~
    Aigoo soojungi~ jangan nyebelin nyebelin banget deh ah.
    Fighting!

  3. kakashi berkata:

    akhirny..dipost juga thor..
    ada penghalang nui.. semoga myung gag akan berpaling dr suzy.. kasian suzy kan udah baik bgt…
    next thor..

  4. Ayu Candra berkata:

    yaampun akhirnya update juga, setelah sekian lama menunggu. huhfff
    sooji mau ngeleps impiannya klo myung ga ngebolehin. yampun tapi myung belom netapin hati buat sooji atau soo jung. yaampn myunggg
    cepet sebelum terlambat myung

  5. rizkyaputri97 berkata:

    yeee… akhirnya diposting juga. aigoo kayaknya ini ff lama banget tapi melekat dihati
    aigoo myung kenapa jadi dilema kayak gini sih? ayolah tetap kan hatimu pada suzy. jangan ampek berpaling. bakalan nyesel banget banget banget deh.
    maja ini pendek banget! tapi gak apalah yg penting lanjut hehe
    Eonni fighting!

  6. rulyl berkata:

    ah thor menemukan fakta bahwa ff ini telah diupdate serasa seperti menemukan sebuah jackpot. dan aku berharap ini akan cepat diupdate lagi. ini cerita yang sangat menarik!
    selain karna aku adalah myungzy shipper, cerita yang author suguhkan sungguh dapat membangun rasa penasaran apa yang akan terjadi selanjutnya. jadi tidak bisakah author berbaik hati untuk segera mengupdate dengan kecepatan penuh?? hehe..
    semangat ya thor!! ^^9
    aku selalu menunggumu… ^^~

  7. F_Hae berkata:

    ahhhh.. makin lama makin rumit aja nih kisah mereka..

    ayo dong myungsoo ingat2 lagi, kasihan suzy..
    tapi sampe sekarang aku masih penasarn deh sebenernya suzy sakit apa sih thor??

    next part jgn lama2 dong, jeballlll…

  8. mutia_indah98^^ berkata:

    *mianheyo*comment baru sekarang”aq blm sempet baca,cm kesave dihp,baru buka sekarang,”,,ayo ayo myungsoo mengalau ria nih bingung milih sooji apa soojung*kk*,,sebenernya aq masih bingung sm soojung sendiri,dia masih terkesan “misterius”disini,,pokoknya ditunggu kelanjutannya #hwaiting

  9. Kim mamyu berkata:

    Kris tertarik pd karya sooji atau pd orangnya eoh? xixi 😀
    aigoo~ myung belum yakin dg perasaannya ke sooji ya? Myung plin plan :-/ kenapa tdk menjawab pertanyaan soojung? Heh~ it sama saja membuat soojung berharap

  10. Kimzy1013 (Hazmi Member) berkata:

    ah, semoga Soojung ga berbuat yang ga ga deh. Lagian, Myungppa kenapa ga jawab wktu Soojung bilang ‘apa kau mencintainya ?’ . Heh.. Semakin sulit kayaknya. Next.

Tinggalkan komentar